Example floating
Example floating
Breaking News

Ketika Pembela Menjadi Terlapor: Kasus Wawan Nur Rewa dan Ujian atas Imunitas Advokat di Indonesia

10
×

Ketika Pembela Menjadi Terlapor: Kasus Wawan Nur Rewa dan Ujian atas Imunitas Advokat di Indonesia

Share this article

Makassar, 3 Juli 2025 – Gelombang kekhawatiran melanda komunitas hukum di Indonesia menyusul peningkatan status hukum terhadap Wawan Nur Rewa, seorang advokat yang tengah membela ahli waris dalam sengketa lahan di Jalan Urip Sumoharjo, Makassar — lokasi yang kini berdiri megah Gedung AAS, yang disebut-sebut terkait dengan tokoh nasional Andi Amran Sulaiman (AAS).

Wawan, dalam kapasitasnya sebagai kuasa hukum, menyampaikan pernyataan kepada media sebagai bagian dari pembelaan kliennya. Namun, pernyataan tersebut dianggap mencemarkan nama baik, hingga dilaporkan oleh kuasa hukum berinisial AB, yang diduga mewakili pihak AAS.

banner 325x300

Awalnya laporan tersebut masuk sebagai Laporan Informasi, tertanggal 17 April 2025 (Nomor: LI/510/IV/RES.1.14/2025/Reskrim). Namun mengejutkan, pada 27 Juni 2025, laporan tersebut langsung melonjak menjadi Laporan Polisi (LP/1125/IV/2025/Polda Sulsel/Restabes Mks), sekaligus diterbitkan Surat Perintah Penyidikan (SP-Sidik/270/VI/Res.1.24/2025/Reskrim) dan SPDP (SPDP/283/VI/Res.1.24/2025/Reskrim) — semua pada hari yang sama.

Lebih ironis, tanggal tersebut bertepatan dengan 1 Muharram 1447 H, hari libur nasional umat Islam.

“Saya kaget. Saya belum pernah dipanggil secara resmi sebagai terlapor, belum diperiksa. Tapi surat SPDP sudah sampai ke rumah saya. Dinyatakan sudah penyidikan,” ungkap Wawan saat dikonfirmasi pada Kamis, 3 Juli 2025.


Imunitas Advokat Diuji

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, khususnya Pasal 16, menyatakan dengan tegas:

“Advokat tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan.”

Dengan dasar itu, banyak pihak menilai pelaporan terhadap Wawan merupakan pelanggaran terhadap prinsip imunitas profesi hukum, serta bentuk pembungkaman terhadap ruang pembelaan yang sah dalam sistem peradilan.


Cepatnya Proses Hukum, Mengapa Tidak Merata?

Fakta bahwa laporan tersebut diproses secara kilat — dari laporan informasi menjadi penyidikan hanya dalam satu hari, bahkan di hari libur — menimbulkan pertanyaan besar dari berbagai kalangan.

“Kalau semua laporan masyarakat bisa secepat ini diproses, luar biasa. Tapi kenyataannya, banyak laporan masyarakat kecil yang mandek bertahun-tahun,” sindir Wawan.


Gelombang Protes dan Solidaritas Profesi

Menanggapi kasus ini, puluhan advokat dari berbagai organisasi hukum di Sulawesi Selatan menggelar aksi unjuk rasa di depan Polrestabes Makassar. Aksi yang dilakukan oleh Koalisi Advokat Sulsel ini mengecam keras apa yang mereka sebut sebagai kriminalisasi terhadap profesi advokat.

“Hari ini Wawan, besok bisa siapa saja. Kalau advokat dibungkam karena membela klien, maka rakyat kehilangan satu-satunya pembelanya,” tegas salah satu pengunjuk rasa.

Aksi ini viral di media sosial dan sempat menjadi trending topic nomor satu di Makassar, memperlihatkan betapa besar perhatian publik terhadap kasus ini.


Preseden Berbahaya dan Ancaman terhadap Akses Keadilan

Sejumlah pakar hukum mengingatkan bahwa kasus ini bisa menjadi preseden buruk bagi dunia hukum Indonesia. Bila seorang advokat bisa dijerat pidana hanya karena menjalankan tugas pembelaan klien, maka prinsip akses terhadap keadilan (access to justice) ikut terguncang.

“Advokat adalah bagian dari sistem peradilan. Bila advokat dibungkam, yang dibungkam bukan hanya orangnya, tapi juga suara rakyat yang dibelanya,” ujar seorang akademisi hukum tata negara.


Masih Menunggu Penjelasan Resmi

Hingga berita ini diterbitkan, Polrestabes Makassar maupun pihak pelapor belum memberikan keterangan resmi. Sementara itu, organisasi-organisasi advokat tingkat nasional seperti PERADI, FAMI, KAI, dan lainnya mulai menyusun sikap resmi kolektif atas kejadian ini.

Wawan sendiri menyatakan tetap akan menghormati proses hukum, namun tidak menutup kemungkinan akan menempuh langkah hukum balik, baik melalui mekanisme etik, hukum pidana balik, maupun permohonan perlindungan ke lembaga seperti Komnas HAM, KY, dan Mahkamah Agung.


Penutup: Ujian Integritas Penegakan Hukum

Kasus ini bukan hanya soal satu orang advokat. Ini adalah ujian besar bagi penegakan hukum di Indonesia: apakah profesi hukum benar-benar dilindungi? Apakah hukum benar-benar bekerja tanpa memandang siapa yang dilaporkan dan siapa yang melapor?

Dan yang paling penting:
Jika seorang pembela pun bisa dikriminalisasi karena membela, maka siapa lagi yang berani membela rakyat? Red

Example 300250